Wednesday, October 17, 2007

Tragedi Lebaran

Astaghfirullah! Baru saja merayakan hari kemenangan, kok sudah ada berita sedih?

Iya, ini menyangkut Umar si calon mujahid...

Begini:

Hari Lebaran kedua, tanggal 14 Oktober 2007, tepatnya hari Ahad. Kami sekeluarga berkunjung ke rumah baru Ua Wiwin di Bekasi. Rumah yang nyaman, luas, dan enak dipandang. Meski tau sendiri kan kalo punya rumah di Bekasi???? Sedia kipas angin atau AC! Aku melihat ke balkon atas, wah bisa lihat jalan. Tetapi sesaat kemudia, perasaan takut dan ngeri membuatku merinding. Singkat cerita aku bertanya pada teh Ami sang sahibul bait. Ternyata rumah itu memang milik temannya yang dihibahkan (subhanallah!) pada teh Ami dan full furnished! Waw! Seketika aku berdecak kagum, namun sedetik kemudian aku meringis. Jangan2 ini rumah pernah kosong lama...

Ashar yang terik mengantar kami sekeluarga ke rute selanjutnya. Jatiwaringin. Rumah eyang kakungnya Umar alias almarhum bapakku. Sekarang yang nempatin mbak Emmy dan anak2. Tak ada yang istimewa kecuali angpao untuk Umar. Hehehehe...

Pulang dari Jatiwaringin sudah lewat 7.30 malam. Dalam perjalanan pulang itulah, keanehan mulai muncul...

Umar terlihat sangat gelisah. Sorot matanya tampak ketakutan. Sesekali ia menangis dan berteriak ,"Atut, mbu....Atut...Aduuuhhh..." Lho, Umar takut kenapa? Kan ada Bunda dan Bapak? Umar semakin gelisah. Kami sebagai orang tua yang juga kelelahan dalam keadaan bingung tambah kesal dengan ulah sopir angkot yang sok jago tapi belagak miskin dengan minta extra. Sebel!

Malam itu Umar tidur sangat gelisah. Ia selalu memelukku erat sambil menangis ketakutan. Begitu pula esoknya. Lalu esoknya. Kami tak tahan melihat tingkah aneh Umar yang menyedihkan. Kami jelas bingung. Salawat Rasul, ayat Kursi, al-Ma'tsurat... Apa lagi?
Jelang tengah malam, suamiku menelepon Engku Sie Guan -pamannya- yang (waullahu'alam) diberi kelebihan indera keenam. Bapaknya Umar belum berkata apapun, engku sudah tau.

"Umar diikutin sama yang nungguin rumah di Bekasi." Jderrr.....Astaghfirullah! Apa iya?? Itukah makna tangisan minta tolongnya? Permohonan perlindungannya? Seketika itu aku langsung memanggil adikku untuk datang dan meru'yah Umar. Perlahan... Umar mulai bisa tertidur dengan tenang. Meski sesekali masih bangun karena trauma.

Pagi hari ini, aku melihat senyum Umar mengembang dan wajahnya tampak tenang. Alhamdulillah... Terima kasih ya Allah. Aku bisa berangkat ke kantor dengan hati yang lapang.

Bunda rindu senyummu, Nak....

0 komentar: